Sabtu, 14 April 2012

[6] Mencantumkan Data Buku

Bentuk tulisan resensi buku dengan genre tulisan lain --yang biasa dimuat di koran-- memang memiliki perbedaan. Karena itu, adanya perbedaan tersebut harus diketahui dan perlu diperhatikan. Sebab, salah dalam menuliskan apa yang harus ada dalam naskah resensi buku, tentu bisa berakibat “fatal”; bisa-bisa resensi yang sudah ditulis dengan susah payah pun bisa tidak dimuat. Padahal, persoalan ini bisa dikata sepele!
      
Salah satu perbedaan yang harus diperhatikan adalah tentang penulisan data buku. Dalam tulisan resensi buku, data buku “wajib” dicantumkan (atau disertakan) dalam naskah resensi buku. Sebab, dengan pencantuman data buku tersebut, orang yang membaca resensi jadi “tahu” tentang buku yang diresensi. Maka, pencantuman data buku itu tidak boleh terlewatkan. Wajib dan harus dicantumkan.

      
Lantas, bagaimana cara penulisan data buku yang baku dalam sebuah naskah resensi buku? Tidak ada pakem atau aturan yang baku dalam hal ini. Sebab, setiap koran memiliki sajian yang berbeda-beda tentang pencantuman data buku (tentang buku yang diresensi). Ada satu koran yang mensyaratkan bagi peresensi buku harus mencantumkan tentang soal harga buku –dan salah satu koran yang mensyaratkan bagi peresensi untuk mencantumkan harga buku adalah Koran Jakarta. Tetapi, koran lain tidak mensyaratkan hal ini.

Karena itu, untuk “tahu” seputar data buku yang perlu dicantumkan, seorang peresensi harus mau meluangkan waktu untuk mengamati resensi buku yang dimuat di koran yang akan dikirimi naskah resensi buku. Dengan “cara melihat” bentuk dan struktur data buku yang ditulis di koran tersebut, maka seorang peresensi tidak ragu lagi tentang bentuk pencantuman data buku yang disyaratkan koran (atau majalah) tertentu.

Tetapi, perihal pencantuman data buku itu tidak usah dibuat risau. Meskipun setiap koran (atau majalah) memiliki penyajian data buku yang berbeda-beda, akan lebih aman kalau peresensi mencantumkan data buku secara lengkap. Adapun yang dimaksud dengan mencantumkan data buku secara lengkap itu meliputi; judul buku (untuk buku terjemahan dapat disebutkan judul asli), penulis (atau bisa juga ditulis pengarang untuk kategori novel atau kumpulan cerpen), penerjemah (jika memang buku itu merupakan buku terjemahan), editor, penerbit, cetakan buku, tebal buku, ISBN, dan yang terakhir harga buku.  Jadi dengan pencantuman data buku selengkap mungkin, peresensi akan terhindar dari kesalahan.

Untuk lebih jelesnya, di bawah ini sengaja saya kutipkan penulisan data buku yang dimuat di beberapa koran atau majalah:

a) Majalah Gatra
Dalam pencantuman data buku, majalah Gatra tidak menulis secara lengkap, kecuali hanya beberapa data sebagaimana di bawah ini:
      
The Swordless Samurai; Pemimpin Legendaris Jepang Abad XVI
Penulis   : Kitami Masao
Penerbit : Redline Publishing, Jakarta, 2009, 256 halaman
(sumber: N. Mursidi, "Jenderal Legendaris dari Nakamura", Gatra nomor 23 tahun XV/ 16-22 April 2009)
      
b) Koran Jakarta
Berbeda dengan koran lain, Koran Jakarta dalam penulisan (“pencantuman”) data buku mensyaratkan tentang harga buku;
      
Judul buku     : Karmaka Surjaudaja; Tidak Ada yang Tidak Bisa
Penulis           : Dahlan Iskan
Penerbit         : Elex Media Komputindo, Jakarta
Cetakan         : Pertama, 2012
Tebal buku     : 280 halaman
Harga buku    : 49.800,00
(sumber: N Mursidi, "Perjuangan Hebat untuk Tetap "Hidup", Koran Jakarta, Selasa 20 Maret 2012)

c) Kompas
Koran Kompas dalam pencantuman data buku dapat dikata menganut pakem atau aturan umum (yang juga biasa diterapkan oleh sebagian besar koran):

Judul buku   : Shin Suikoden: Petualangan Baru Kisah Klasik Batas Air
Penulis         : Eiji Yoshikawa
Penerbit       : Kansha Books, Jakarta
Cetakan       : Pertama, 2011
Tebal buku   : 486 halaman
(sumber N Mursidi, Arogansi Penguasa dan Spirit Pemberontak, Kompas Minggu 31 Juli 2011)

Dari contoh-contoh penulisan data buku di atas, bisa ditarik satu kesimpulan bahwa dalam pencantuman data buku ternyata ada “banyak versi”. Dengan kata lain, antara satu koran dengan koran yang lain itu berbeda. Tetapi, saran saya, usahakan dalam memilih bentuk penulisan data buku, dengan menulis yang lengkap. Kenapa?

Pertama, dengan mencantumkan data buku secara lengkap, akan memberi gambaran utuh sebuah buku. Persoalan apakah nanti redaktur yang bersangkutan akan mencantumkan atau membuang sebagian data buku, itu adalah urusan lain. Itu sepenuhnya hak redaktur atau editor. Saya selalu mencantumkan data buku secara lengkap, tapi tak jarang redaktur yang bersangkutan kemudian membuang sebagian data buku yang saya tulis di naskah resensi. Sebab, dengan membuang sebagian data buku, redaktur merasa hal itu akan menjadi ciri khas rubrik resensi yang diasuh atau digawangi. Jadi, tulislah secara lengkap!

Kedua, dengan mencantumkan data buku secara lengkap, bagi saya, ada satu keuntungan yang bisa dipetik. Kenapa? Jika akhirnya resensi yang saya kirim itu tak dimuat, tapi saya ingin mengirimkan naskah resensi yang ditolak itu ke media (koran atau majalah) lain, saya tidak perlu lagi mengedit data buku. Dengan demikian, tidak lagi butuh waktu untuk sekadar mengedit urusan yang sepele seperti itu!

2 komentar:

  1. Siiip, Pak. Saya juga sering lupa mencantumkan data buku saat membuat resensi. Hihi.. Biasanya sih, kalau buku tersebut milik orang lain.

    Oh ya, Pak. Ini ada beberapa resensi buku yang sudah saya tulis. Namun demikian, belum satu-pun yang masuk media karena memang tidak saya kirim, hanya untuk konsumsi blog saja :D

    http://www.aniamaharani.blogspot.com/search/label/resensi%20buku

    Terima kasih buat ilmu bermanfaatnya, ya, Pak? Suksess selalu menjadi penulis yang bermanfaat sepanjang masa :D

    BalasHapus
  2. trm kasih kembali, sukses jg buat Ania Maharani

    BalasHapus