Sabtu, 31 Maret 2012

[4] Membuat Konsep Tulisan Resensi

Setelah seorang peresensi membaca buku hingga tamat, dan sudah menemukan pokok pikiran penulis yang dituangkan dalam buku yang hendak diresensi dan bahkan sudah melakukan riset kecil-kecilan untuk menambah pengetahuan terkait tema buku tersebut, kini tak ada lagi yang menghalangi seorang peresensi untuk segera melakukan eksekusi atau memulai menulis resensi.

Tapi bagi seorang peresensi pemula, seringkali dia dihadapkan pada setumpuk kebingungan ketika hendak menulis resensi. Dari setumpuk kebingungan itu, antara lain adalah seputar sistematika tulisan resensi dan unsur-unsur apa yang harus ada dalam resensi buku. Bahkan, bisa jadi peresensi pemula akan dihinggapi kebingungan tentang bagaimana goresan awal dalam menulis resensi.


Ironisnya, ketika setumpuk kebingungan itu masih mengganjal di otak, seorang peresensi pemula tetap memilih memaksakan diri untuk menulis. Tak jarang, ide yang sudah menggumpal dan sedang dituliskan itu pun pada akhirnya membuat peresensi itu harus dihadapakan pada tembok besar kebuntuan lantaran menabrak batu karang. Dia mengalami kebuntuan ide atau berhenti di tengah jalan.

Kalau hal itu tetap diteruskan, bisa jadi tulisan resensi yang dihasilkan akhirnya akan tidak sistematis. Ide yang ditorehkan dalam tulisan resensi itu “tidak mengerucut”, antara satu paragraf dengan paragraf berikutnya tak saling terkait dan bahkan bisa jadi tulisan terasa hambar saat dibaca karena tidak memiliki ruh lantaran ditulis dengan ide yang kurang dikonsep secara jelas dan detail.

Untuk mengantipasi agar tidak terjadi kecelakaan seperti itu, saya menyarankan bagi peresensi pemula untuk membuat konsep tulisan resensi lebih dulu. Memang, bagi seorang peresensi yang sudah memiliki jam terbang tinggi atau sudah berpengalaman, cara bekerja dengan membuat “konsep tulisan” resensi lebih dulu itu tidak lebih ibarat buang-buang waktu atau kerja dua kali. Maka, bukan sesuatu yang aneh kalau peresensi yang sudah makan asam garam dan berpengalaman, akan langsung menuliskan ide yang ada di pikiran langsung di komputer. Sebab, di dalam pikiran sudah terkonsep.

Tetapi bagi peresensi pemula, pekerjaan membuat konsep tulisan resensi itu bisa dikata pilihan yang tepat. Kenapa? Sebab, saya mengibaratkan bahwa praktek menulis –termasuk menulis resensi-- itu tidak ubahnya seseorang yang sedang menempuh sebuah perjalanan atau pelayaran. Wajar, jika dia tidak ingin tersesat, tidak ingin terperojok ke dalam jurang dan bahkan ingin segera cepat sampai di tempat tujuan dengan selamat. Maka, bukan hal yang aneh jika dia harus memiliki semacam petunjuk jalan agar dalam perjalanan yang ditempuh itu berjalan mulus dan lancar.

Lalu, apa yang dijadikan petunjuk bagi seorang pejalan? Tidak lain adalah PETA. Demikian juga dengan aktivitas menulis. Sedari awal, seorang penulis pun ingin menulis dengan harapan bisa sampai di tempat tujuan dengan cepat dan bahkan selamat (artinya tidak melenceng dari harapan awal). Maka, agar tidak ampai melenceng atau merangsek ke mana-mana, seorang penulis --jika boleh diibaratkan seperti seorang pejalan-- harus memiliki PETA supaya perjalanan (atau kegiatan menulisnya) itu tidak melenceng dari tujuan awal.

Lantas, PETA seperti apa yang harus dijadikan sandaran oleh peresensi pemula? Tidak lain adalah KONSEP tulisan. Jadi, sebelum menulis, seorang peresensi pemula itu sangat dan sangat dianjurkan untuk membuat konsep tulisan resensi lebih dulu. Konsep tulisan resensi ini bisa berupa outline atau lebih gamblang coret-coretan ringan ataupun ide utama dalam setiap paragraf.

Keuntungan Membuat Konsep Tulisan
Kalau seorang peresensi pemula membuat konsep tulisan lebih dulu, setidaknya ada dua hal penting yang akan didapatkan. Pertama, konsep tulisan itu akan membantu dia dalam menulis, ibarat seorang pejalan yang berjalan dengan membawa peta sehingga dia tidak tersesat di tengah jalan. Sebab, KONSEP tulisan itu akan selalu menjaga setiap gerakan tangan yang sedang menulis tetap berada dalam rel. Ketika gerakan tangan itu tak selaras dengan ide semula, maka KONSEP tulisan itu akan membantunya kembali di jalur atau rel yang harus ditempuh. Jadi, dengan KONSEP tulisan itu, peresensi pemula tidak akan terperosok.

Kedua, dengan bantuan KONSEP tulisan itu peresensi pemula dijamin tidak akan mengalama kebuntuan ide di tengah jalan. Sebab, jika hal itu sampai terjadi, dia tinggal merujuk pada merujuk atau bersandar kembali pada konsep tulisan (atau ide utama dari setiap paragraf). Dari KONSEP itu, dia tinggal mengembangkan dan menjabarkan lebih luas dan lebih detail. Dengan demikian, dia akan selamat dari kebuntuan atau berhenti di tengah jalan. Alhasil, tulisan resensi pun bisa dengan cepat diselesaikan karena tidak mengalami hambatan.

Ketiga, dengan membuat KONSEP tulisan lebih dulu, bisa dijamin tulisan resensi yang dihasilkan pun akan sistematis, runtut dan urut karena memang sudah dikonsep sejak awal. Kalau kemudian tulisan yang jadi itu ternyata tidak runtut, dapat dipastikan hal itu terjadi bukan karena proses penulisan tetapi justru terletak pada KONSEP tulisan yang sedari awal memang sudah ditulis dengan tidak runtut dan sistematis.

Tiga poin penting itu, tidak dapat disangsikan lagi, adalah tiga keuntungan yang didapatkan saat seorang peresensi pemula menulis dengan cara membuat konsep tulisan lebih dulu. Tetapi, jika memang seorang peresensi pemula merasa hal itu terlalu bertele-tele bahkan dirasa tak perlu, maka bisa saja tidak membuat konsep tulisan dan langsung menulis di depan komputer –tetapi dengan catatan “ide resensi” yang ada dalam pikiran harus dikerucutkan dalam konsep yang kuat dalam pikiran.

Jika tidak dikonsep di dalam pikiran, bisa dipastikan, “di tengah jalan” peresensi pemula akan mengalami kebuntuan. Jika pada akhirnya bisa jadi tulisan, kadang tidak sistematis, mengalir lancar dan runtut. Maka, tidak ada salahnya jika peresensi pemula itu mencoba bersusah-susah payah lebih dulu dengan membuat KONSEP tulisan resensi dan kelak jika memang sudah lihai, mahir dan berpengalaman, bisa langsung menulis di depan komputer tanpa harus membuat konsep lebih dulu.

2 komentar:

  1. waaah... berarti sebagai presensi pemula sebaiknya menggunakan mind map dulu, ya, Pak? siip, deh... suwun ilmunyaa... :D

    BalasHapus
  2. trm kasih sdh berkunjung ke blog ini, dan berkenan membaca. smg bermanfaat

    BalasHapus